Awalnya bukan hal yang mudah. Apalagi saya tiba di Seoul saat penghujung musim panas 2011. Teman-teman lab saya kerap bertanya, "Kamu gak kepanasan?". Saya cuma bilang, "Ngga ko, cuaca di Indonesia lebih panas daripada di sini", sambil tersenyum. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu pasti sudah biasa didengar oleh teman sesama muslimah ketika musim panas. Tetapi pertanyaan berganti dengan penasaran ketika musim gugur tiba.
Di awal musim gugur 2011 saya pergi menonton pesta kembang api di pinggiran sungai Hangang. Pada saat itu cuaca cukup dingin dengan angin yang lumayan brrr. Di tengah-tengah keriuhan para penonton pesta kembang api, tiba-tiba saya melihat seorang agashi (mba-mba Korea) mencoba memakai scarf di kepala. Mungkin dia penasaran gimana rasanya kalau pake kerudung, apakah lebih hangat atau tidak, hahaha.
Kembang api yang keren. :D |
Saya jadi ingat kejadian ketika saya berjalan-jalan di Gyeongju bulan Juni 2013. Saat itu saya dan teman-teman berjalan-jalan mengelilingi kota Gyeongsan. Di perjalanan menuju stasiun Gyeongsan, saya melihat di depan kami ada seorang wanita yang sedang menelepon di depan tokonya. Ketika kami lewat, tiba-tiba wanita itu menutup telponnya dan menyapa saya. Lalu dia bertanya, "Wah, kamu beli kain ini dari mana?". Terus saya bingung harus menjawab apa, karena kain kerudung yang saya pakai dibeli di Indonesia. Lalu saya bilang, ini beli di Indonesia, kalau dia mau beli, di Itaewon juga ada yang jual. Tapi dia mau kain yang seperti saya pakai saat itu. Katanya, "Saya sering lihat orang pakai jilbab, tapi baru kali ini saya melihat jilbab dengan model seperti ini. Kenapa tidak terlihat ujung kainnya." (Kira-kira seperti itu terjemahan bebas dari teman saya, hahaha).Saya dan teman-teman semakin bingung, lalu kami pun berpamitan setelah menjelaskan bahwa jilbab saya dibeli di Indonesia.
Komentar lain dari ahjumma (nenek-nenek aktif Korea) yang paling sering saya dengar adalah, "Kamu dari mana? Wah, cantik ya." Ehm, tersanjung sih dibilang cantik, hahaha. Saya sebenarnya termasuk orang beruntung karena sampai saat ini belum pernah bertemu dengan orang yang sangat sinis terhadap jilbab. Teman saya ada yang jilbabnya ditarik-tarik oleh seorang ahjumma karena saat itu musim panas, dan kalau pakai jilbab tambah panas. Teman yang lain pernah tiba-tiba kepalanya dipegang-pegang oleh seorang ahjumma (juga) sambil bertanya, "Ini apa?". Eh saya juga pernah sih, tapi tidak se-ekstrim itu. Ketika saya sedang menunggu teman-teman di Dunkin Donuts, tiba-tiba ada anak kecil yang menempelkan mukanya di kaca samping meja saya sambil memasang ekspresi keheranan. Saya saat itu cuma bisa bingung.
Nah, pengalaman paling menarik adalah ketika saya jajan atau berbelanja di tempat yang sama beberapa kali. Karena pakaian saya yang tidak biasa, penjual biasanya dengan mudah bisa mengenali saya. Hal ini menjadi suatu keuntungan bagi saya karena orang Korea biasa memberikan bonus tambahan sebagai service kepada pelanggan agar pelanggan tetap berbelanja di tempat mereka. Suatu ketika saya berbelanja sayur di warung mobil seorang bapak-bapak. Sebagai service, bapak penjual sayur memberi sebuah jeruk kepada saya. Di lain waktu, si bapak memberi saya sebuah tahu dan dia berkata, "Kamu coba tahu ini, nanti kasih tau saya enak atau tidak." Beberapa minggu kemudian saya pun kembali berbelanja di tempat bapak tadi dan memberikan laporan, "Tahunya enak pak." Pengalaman seperti ini juga saya alami beberapa minggu lalu ketika saya jajan takoyaki. Saat itu saya membeli takoyaki di tempat yang sama untuk kedua kalinya, bapak penjual pun memberi tambahan sebuah takoyaki sebagai service dengan harapan saya akan jajan takoyaki di tempat dia lagi. Kalau semua penjual seperti kedua bapak tadi saya akan sangan senang tinggal di korea. :)