Kamis, 25 April 2013

HanGang From The Cruise Ship

Apa yang ada di benak teman-teman ketika mendengar kata "cruise"?
Pasti langsung terbayang sebuah kapal besar dengan interior super mewah dan harga tiket yang selangit.
File:MSMajestyOfTheSeasEdit1.JPG
Kira-kira gini kali ya cruise yang kebayang...
(sumber gambar: http://en.wikipedia.org/wiki/File:MSMajestyOfTheSeasEdit1.JPG)
Naaahhh... Saya juga pernah loh naik cruise ship di Seoul, menyusuri sungai Han (HanGang). Walaupun kapalnya gak semewah gambar sebelumnya, naik cruise ship merupakan perngalaman pertama saya. Apalagi menyusuri HanGang yang biasa saya susuri tepinya saja. 
Kapal yang dinaiki untuk menyusuri HanGang
Program HanGang Cruise ini merupakan salah satu program pariwisata yang menarik di Seoul. Kita bisa memilih dari pelabuhan mana kita ingin memulai perjalanan. Saat itu saya naik dari Ttukseom, pelabuhan paling dekat dari kampus saya. Jalur yang dilalui adalah Ttukseom-Banpo Bridge-Ttukseom. Lama perjalanan HanGang Cruise sekitar 1,5 jam atau 90 menit. 
Pemandangan tepi HanGang di sore hari dari tengah HanGang.
Selain bisa memilih pelabuhan, kita juga bisa memilih jenis tiket. Ada empat jenis tiket yang bisa kita pilih:
  • Tiket Regular
  • Tiket dengan Pertunjukan Sulap
  • Tiket dengan Live Concert
  • Tiket plus Buffet Dinner
Waktu itu saya dan sepupu plus keponakan-keponakan sedikit terlambat sampai di pelabuhan. Akhirnya secara ga sengaja kami malah beli tiket yang ada live concert di kapalnya. Menarik loh, :D
Live concert di atas kapal HanGang Cruise
Crise ship lain lewat di depan rainbow fountain
Hal menarik lain yang bisa kita nikmati dari atas HanGang Cruise adalah pemandangan air mancur pelagi (rainbow fountain) di jembatan Banpo dari tengah HanGang. Ini pemandangan super wow buat saya. Karena saya benar-benar penasaran sama pemandangan rainbow fountain ini. Sebelum naik HanGang Cruise saya pernah berkali-kali datang ke Banpo untuk melihat air mancur tersebut tapi selalu gagal. 

Ini loh rainbow fountain yang terkenal di banpo Bridge...

Buat saya, mencoba naik HanGang Cruise itu harus buat teman-teman yang tinggal di Seoul atau kota lain di Korea Selatan. :D

POSE...!!! ^^

Selasa, 16 April 2013

Catatan Kacung Kampret? Huh?

Eh, kacung kampret? Apaan tuh?
Jenis makanan baru?
Atau jenis binatang baru?
Ataaauuu...

Hmm, pasti banyak yang bertanya-tanya, apa sih kacung kampret itu? Ko bisa muncul istilah itu?
Saya sendiri baru tau istilah kacung kampret ketika saya mulai aktif di keorganisasian kampus. Di organisasi kampus, istilah kacung kampret itu dipakai untuk orang yang selalu ada dimanapun dan kapanpun dia dibutuhkan dalam suatu kegiatan. Jobdesc (job description = deskripsi pekerjaan) kacung kampret biasanya tidak pasti dan tidak ada batasan.
Saya jadi ketua panitia tapi tetep jadi kacung kampret... -___-"
Terus apa hubungannya sama kehidupan saya di Seoul?
Tahun pertama menginjakkan kaki di Seoul saya mencoba fokus pada kuliah dan riset di kampus. Tapi yang terjadi adalah saya merasa sangat bosan. Akhirnya saya mencoba aktif di kegiatan organisasi pelajar Indonesia di Korea Selatan. 
Bahkan setelah wisudapun saya mau2nya tetep jadi kacung kampret, hahaha...
Emang dasar saya jiwa kacung kampret alias pembantu umum, hampir tiap ada kegiatan organisasi di sekitar Seoul, saya ada di sana buat membantu keberlangsungan acara. Saya sih seneng-seneng aja bisa bantu teman-teman menyukseskan acara. Tapi yang bikin kesal itu kalau acaranya mendadak dan tanpa persiapan yang detail. Kalau sudah begini, kacung kampretlah yang bakal paling capek. Gara-gara itu, saya akhirnya ngetwit beberapa posting tentang #CatatanKacungKampret. Agak ngaco sih, tapi gapapalah, hiburan, hahahaha...
Beberapa tweet saya tentang #CatatanKacungKampret




Selasa, 02 April 2013

Runtuhnya Kesombongan Perantau


Hidup terpisah jauh dari orang tua bukanlah hal yang baru bagi saya. Sejak lulus dari SD di umur 11 tahun, saya sudah tinggal di luar rumah karena masuk pesantren. Walaupun masih di kota yang sama, saya tidak bisa pulang ke rumah setiap minggu. Karena ada jadwal libur terpisah antara santri perempuan dan laki-laki.
Setelah lulus SMP pun saya masih tinggal di luar rumah. Kali ini jarak antara rumah dan sekolah saya lebih jauh dari sebelumnya, beda kota, beda propinsi. Walaupun beda kota, saya tetap hidup layak dan terjamin karena SMA saya adalah sekolah berasrama. Menjelang lulus SMA saya bertekad untuk melanjutkan kuliah di bandung. Kebetulan saat itu orang tua juga pindah rumah ke Bandung.
Alhamdulillah saya diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung. Senangnya bukan main, karena saya bisa berkumpul kembali bersama orang tua dan adik-adik. Tapi apa daya, rumah orang tua di Bandung tidak sebesar rumah sebelumnya yang terletak di Garut. Kondisi itu membuat saya tidak mendapat kamar. Akhirnya saya masih harus hidup terpisah dari orang tua karena selama kuliah di Bandung saya menumpang di rumah saudara (kakak tertua ibu saya).
And the story is not finish yet...
Petualangan saya masih belum berakhir, setelah lulus kuliah saya mendapatkan beasiswa ke Korea Selatan di umur 23 tahun. Lagi-lagi harus tinggal terpisah dari orang tua. Walaupun pertama kalinya akan menjalani hidup sendiri di luar negeri, saya merasa akan bisa bertahan. Berbekal pengalaman hidup terpisah dari orang tua selama 12 tahun. Maka berangkatlah saya dengan penuh keyakinan dan sedikit kesombongan.

Ibu, Uwa-uwa, Nenek, Adik-adik, dan Keponakan-keponakan.
Dua semester awal Alhamdulillah saya lalui dengan padat lancar (ibarat kodisi lalu lintas kira-kira seperti itu kondisinya, hehehe…). Tapi di semester tiga kesombongan saya runtuh. Semua pengalaman selama berbelas-belas tahun tinggal di luar rumah tidak ada artinya. Untuk pertama kalinya saya menelpon orang tua sambil menangis. Saya minta pulang, saya ingin menyerah, saya merasa benar-benar tidak sanggup lagi melanjutkan kehidupan di Korea.

Ibu, Ibu, Ibu...
Saat itu orang tua saya panik, mereka ingin mencoba membantu tapi tidak bisa berbuat apapun selain memberi saya semangat dan motivasi untuk tetap melanjutkan kuliah di sini. Beberapa hari setelah itu ibu saya terus mengirimi pesan berisi do’a-do’a melalui facebook. Ayah saya juga mengirimi sms berisi do’a-do’a dan kata-kata penyemangat. Setelah membaca pesan-pesan yang dikirim oleh kedua orang tua saya, sayapun berusaha untuk tetap kuat dan sabar menjalani kehidupan di Korea Selatan.

Setelah kejadian tersebut saya menyadari bahwa kasih sayang orang tua tidak akan pernah berkurang sejauh apapun anak-anaknya hidup. Dan buat saya, menelpon sambil menangis tidak boleh terulang, cukuplah saat itu adalah yang pertama dan terakhir kali. Karena saya hanya menambah beban pikiran orang tua kalau saya melakukannya lagi. Sejak saat itu saya tidak pernah mengeluh lagi ketika menelpon orang tua.
Full team 28 Agustus 2010
Insya Allah saya harus sabar dan mampu menyelesaikan apa yang sudah saya mulai di negeri ginseng ini. Bismillah…!!!